Wednesday, October 7, 2009

Monday, October 5, 2009

~Mahkota Cinta~

Satu
Mata pemuda itu memandang ke luar jendela. Lautan
terhampar di depan mata. Ombak seolah menari-nari
riang. Sinar matahari memantul-mantul keperakan. Dari
karcis yang ia pegang, ia tahu bahwa feri yang ia
tumpangi bernama Lintas Samudera. Tujuan feri yang
bertolak dari pelabuhan Batam itu adalah pelabuhan Johor
Bahru.
Ia memejamkan mata seraya meneguhkan hatinya.
Ia meyakinkan dirinya harus kuat. Ya, sebagai lelaki ia
harus kuat. Meskipun ia merasa kini tidak memiliki siapa- siapa
lagi. Bagi seorang lelaki cukuplah keteguhan hati
menjadi teman dan penenteram jiwa.
la kembali menegaskan niat, bahwa ia sedang
melakukan pengembaraan untuk mengubah takdir.
Mengubah nasib. Seperti saran Pak Hasan, ia harus berani
berhijrah dari satu takdir Allah ke takdir Allah lain yang
lebih baik. Feri Lintas Samudera terus melaju ke depan.
Singapura semakin dekat di depan, dan Batam semakin
jauh di belakang. Namun, Lintas Samudera tidak hendak
menuju Singapura, tapi menuju pelabuhan Johor Bahru,
Malaysia.
"Baru pertama ke Malaysia ya Dik?" tanya perempuan
muda yang duduk di sampingnya. Perempuan itu
memakai celana jin putih dan jaket ketat biru muda.
Rambutnya diikat kucir kuda. Ia menaksir usia
perempuan itu sekitar tiga puluhan lebih.
"Iya Mbak. Mbak juga yang pertama?" jawabnya
balik bertanya.
"Tidak. Saya sudah empat tahun di Malaysia."
"Berarti sejak tahun 2000 ya Mbak."
"Tidak. Sejak awal 2001."
"Kerja ya Mbak?"
"Iya Dik. Kalau adik, mau kerja? Atau mau sekolah?"


Ia berpikir sejenak. Ia tidak tahu pasti. Ke Malaysia
mau bekerja atau mau sekolah. Sesungguhnya selama
ini ia merantau dari satu daerah ke daerah lain, selain
untuk bertahan hidup juga demi mencari takdir yang
lebih baik.
"Kok malah bengong Dik."
"E... tidak, saya ke Malaysia mungkin untuk dua
duanya. Ya untuk cari kerja dan untuk sekolah lagi."
"Baguslah. Sudah ada pandangan mau kerja di
mana? Atau sudah ada agen yang mengurus semuanya."
"Belum sih Mbak. Nanti saya cari di sana saja. Mbak
kerja di mana?"
"Saya kerja di sebuah kilang di kawasan Subang
Jaya. Kalau adik mau, saya bisa bantu. Saya punya
banyak teman yang bisa membantu. O ya kenalkan,
nama saya Siti Martini. Biasa dipanggil Mar atau Mari."
Perempuan muda itu mengulurkan tangan kanannya.
Pemuda itu juga mengulurkan tangannya dan
menjabat tangan perempuan muda itu.
"Terima kasih. Nama saya Ahmad Zul. Oleh temanteman
saya selama ini saya biasa dipanggil Zul Einstein."
"Wah keren sekali. Memang namanya Zul Einstein?"
"Ya tidak Mbak. Saya diberi nama tambahan
Einstein oleh teman-teman saya karena mereka melihat
saya banyak melamun. Ya saya terima saja. Kalau tidak
terima ya tetap akan dipanggil begitu. Jadi, panggil saja
saya Zul Mbak."
"Ya baik. Saya panggil Dik Zul. Gitu ya," kata
perempuan muda itu sambil melepaskan jabatan
Uziek Collections
tangannya.
"Jadi Mbak kerja di kilang minyak ya Mbak?"
Perempuan muda itu malah tertawa kecil.
"Kamu memang masih asli Indonesia. Kilang itu
artinya pabrik. Di Indonesia disebut pabrik. Sedangkan
di Malaysia disebut kilang. Jadi bukan bermakna kilang minyak.
Saya kerja di kilang kertas di kawasan Subang
Jaya. Itu maknanya saya kerja di pabrik kertas."
"Obegituya."
"Rencananya nanti mau ke mana? Di Malaysia sudah
ada tempat yang dituju?"
"Tempat yang dituju secara pasti tidak ada. Saya
hanya membawa sebuah nama dan sebuah nomor telpon.
Saya ingin sampai ke Kuala Lumpur dulu, baru setelah
itu saya akan telpon orang itu."
"Ya syukurlah. Saya pun nanti lewat Kuala Lumpur.
Kalau mau kita bisa jalan bersama."
la diam saja. Tidak menjawab apa-apa.
Lintas Samudera terus melaju. Tidak terlalu cepat.
Dan juga tidak terlalu lambat.
Setelah menempuh perjalanan selama dua jam,
Lintas Samudera merapat di pelabuhan Johor Bahru.
Begitu pintu feri dibuka, para penumpang berebutan
keluar. Zul keluar dengan membawa tas cangklong hi tarn
dan tas jinjing besar biru tua. la mengiringi Mari yang
berjalan di depannya. Perempuan itu menenteng tas
cangklong putih dan koper kecil beroda warna hijau.
Mereka berjalan menuju gedung pelabuhan.
Petugas security pelabuhan sibuk memeriksa barang
bawaan para penumpang. Tas dan koper Mari
diperiksa. Setelah beberapa saat lamanya, Mari
dipersilakan langsung menuju imigrasi. Tas jinjing Zul
juga diperiksa. Isinya hanyalah pakaian, beberapa
makanan ringan, dan sebuah mushaf Al-Quran kecil
pemberian Pak Hasan kala ia berpamitan,....cond

Sunday, October 4, 2009

~Ketika Cinta Bertasbih~

Di matanya, Kota Alexandria sore itu tampak begitu
memesona. Cahaya mataharinya yang kuning keemasan seolah
menyepuh atap-atap rumah, gedung-gedung, menara-menara,
dan kendaraan-kendaraan yang lalu lalang di jalan. Semburat
cahaya kuning yang terpantul dari riak gelombang di pantai
menciptakan aura ketenangan dan kedamaian.
Di atas pasir pantai yang putih, anak-anak masih asyik
bermain kejar-kejaran. Ada juga yang bermain rumah-rumahan
dari pasir. Di tangan anak-anak itu pasir pasir putih tampak
seumpama butir-butir emas yang lembut berkilauan diterpa
sinar matahari senja.
Di beberapa tempat, di sepanjang pantai, sepasang mudamudi
tampak bercengkerama mesra. Di antara mereka masih
ada yang membawa buku-buku tebal di tangan. Menandakan
mereka baru saja dari kampus dan belum sempat pulang ke rumah.
Suasana senja di pantai rupanya lebih menarik bagi mereka
daripada suasana senja di rumah. Bercengkerama dengan
pujaan hati rupanya lebih mereka pilih daripada bercengkerama
dengan keluarga; ayah, ibu, adik dan kakak di rumah.
Di mana-mana muda-mudi yang sedang jatuh cinta sama.
Senja menjadi waktu istimewa bagi mereka. Waktu untuk bertemu,
saling memandang, duduk berdampingan dan bercerita
yang indah-indah. Saat itu yang ada dalam hati dan pikiran
mereka adalah pesona sang kekasih yang dicinta. Tak terlintas
sedikit pun bahwa senja yang indah yang mereka lalui itu akan
menjadi saksi sejarah bagi mereka kelak. Ya, kelak ketika masa
muda mereka harus dipertanggungjawabkan di hadapan Sang
Pencipta Cinta. Dan jatuh cinta mereka pun harus dipertanggung
jawabkan kepada-Nya: Di hadapan pengadilan Dzat
Yang Maha Adil, yang tidak ada sedikit pun kezaliman dan
ketidakadilan di sana.
Di matanya, Kota Alexandria sore itu tampak begitu
indah.Ia memandang ke arah pantai. Ombaknya berbuih putih.
Bergelombang naik turun. Berkejar kejaran menampakkan
keriangan yang sangat menawan. Semilir angin mengalirkan
kesejukan. Suara desaunya benar-benar terasa seumpama desau
suara zikir alam yang menciptakan suasana tenteram.
Dari jendela kamarnya yang terletak di lantai lima Hotel
Al Haram, ia menyaksikan sihir itu. Di matanya, Alexandria
sore itu telah membuatnya seolah tak lagi berada di dunia.
Namun di sebuah alam yang hanya dipenuhi keindahan dan
kedamaian saja.
Sesungguhnya bukan semata-mata cuaca dan suasana
menjelang musim semi yang membuat Alexandria senja itu
begitu memesona. Bukan semata-mata sihir matahari senja


yang membuat Alexandria begitu menakjubkan. Bukan semata-
mata pasir putihnya yang bersih yang membuat Alexandria
begitu menawan. Akan tetapi, lebih dari itu, yang membuat
segala yang dipandangnya tampak menakjubkan adalah karena
musim semi sedang bertandang di hatinya. Matahari kebahagiaan
sedang bersinar terang di sana. Bunga bunga kesturi
sedang menebar wanginya. Tembang tembang cinta mengalun
di dalam hatinya, memperdengarkan irama terindahnya.
Dan penyebab itu semua, tak lain dan tak bukan adalah seorang
gadis pualam, yang di matanya memiliki kecantikan bunga
mawar putih yang sedang merekah. Gadis yang di mata -
nya seumpama permata safir yang paling indah.
Gadis itu adalah kilau matahari di musim semi. Sosok
yang sedang menjadi buah bibir di kalangan mahasiswa dan
masyarakat Indonesia di Mesir. Gadis yang pesonanya dikagumi
banyak orang. Dikagumi tidak hanya karena kecantikan
fisiknya, tapi juga karena kecerdasan dan prestasi-prestasi
yang telah diraihnya. Lebih dari itu, gadis itu adalah putri
orang nomor satu bagi masyarakat Indonesia di Mesir.
Dialah Eliana Pramesthi Alam. Putri satu -satunya Bapak
Duta Besar Republik Indonesia di Mesir. Hampir genap satu
tahun gadis itu tinggal di Mesir. Selain untuk menemani
kedua orangtuanya, keberadaannya di Negeri Pyramid itu
untuk melanjutkan S.2-nya di American University in Cairo
(AUC).
Belum begitu lama menghirup udara Mesir, gadis yang
memiliki suara jernih itu langsung menunjukkan prestasinya.
Kontan, ia langsung jadi pusat perhatian. Sebab baru satu
bulan di Cairo, tulisan opininya dalam bahasa Inggris sudah
dimuat di koran Ahram Gazzette. Opininya menyoroti peran
Liga Arab yang mandul dalam memperjuangkan martabat
anggota-anggotanya. Liga Arab yang tak punya nyali berhadapan
dengan Israel dan sekutunya. Liga Arab yang hanya
bisa bersuara, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Tulisannya rapi
runtut, berkarakter, tajam dan kuat datanya. Orang dengan
pengetahuan memadai, akan menilai tulisannya merupakan
perpaduan pandangan seorang jurnalis, sastrawan dan diplomat
ulung.
Karena opininya itulah ia langsung diminta jadi bintang
tamu di Nile TV. Di layar Nile TV ia berdebat dengan Sekjen
Liga Arab. Hampir seluruh masyarakat Indonesia di Mesir
menyaksikan siaran langsung istimewa itu. Baru kali ini ada
anak Indonesia berbicara di sebuah forum yang tidak sembarang
orang diundang. Sejak itulah Eliana menjadi bintang
yang bersinar di langit cakrawala Mesir, terutama di kalangan
mahasiswa Indonesia.
Terhitung, gadis yang menyelesaikan S.l-nya di EHESS
Prancis itu sudah tiga kali tampil di layar televesi Mesir.
Sekali di NileTV. Dua kali di Channel 2. Wajahnya yang tak
kalah pesonanya dengan diva pop dari Lebanon, Nawal
Zoughbi, dianggap layak tampil di layar kaca. Selain karena ia
memang putri seorang duta besar yang cerdas dan fasih
berbahasa Inggris dan Prancis.
Eliana, Putri Pak Dubes itulah yang membuatnya berada
di Alexandria dan tidur di hotel berbintang lima selama satu
pekan ini. Meskipun ia sudah berulangkali ke Alexandria,
namun keberadaannya di Alexandria kali ini ia rasakan begitu
istimewa. Ia tidak bisa mengingkari dirinya adalah manusia
biasa, bukan malaikat. Ia tak bisa menafikan dirinya adalah
pemuda biasa yang bisa berbunga-bunga karena merasa dekat
dan dianggap penting oleh seorang gadis cantik dan terhormat
seperti Eliana. Gadis yang membuat matahari kebahagiaan
sedang bersinar terang di hatinya.
Awalnya adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia
(KBRI) yang mengadakan acara "Pekan Promosi Wisata dan
Budaya Indonesia di Alexandria". Beberapa acara pagelaran
budaya digelar di Auditorium Alexandria University selama
satu pekan. Selama itu juga ada promosi masakan dan makanan
khas Indonesia. Ada empat makanan yang dipromosikan
yaitu Nasi Timlo Solo, Sate Madura, Coto Makassar, dan..........cond

~What About Love~

Khai mengusikku kerana buku yang ku angkat begitu
banyak.
Adira pula tiba-tiba je berdehem.
Suasana yang tadinya riuh bertukar senyap.
Aku kehairanan.
‘meeya?’ satu suara menyapaku.
‘ye cik abang, kenapa? Hm dah la tadi kutuk orang. Dah tau
saya angkat banyak sangat buku ni bukan nya nak tolong.
Gelakkan orang pula tu.’
Aku membebel entah apa-apa. Khai tu memang sesedap hati
mak nenek dia je nak kutuk-kutuk orang. Bab-bab bercakap
bagi kat dia. Yelah bakal PM ke-10 katakan. Lenguh tanganku
cuz bawak banyak sangat buku. Cikgu ni pun satu, lain kali
bagi la buku ansur-ansur, ini tak sebalun terus bagi kat aku.
Aduyai!
Eiyt, pasal senyap sangat ni?
‘hm kenapa tiba-tiba senyap je ni? Ade something wrong
ke?’ tanye ku. Weird.
‘ye sayang, meh sini abang tolong angkatkan buku tu. Turn
around and let me help you, ok?
‘werh, sape sayang awak huh? Mane abang saya?’ terus ku
meradang.
‘there’s only one guy can call me with that nick, so don’t
ever……’
Saat ku berpaling…
‘Ariq?’
buku yang ku angkat tidak semena-mena jatuh bertaburan.
Aku tiba-tiba menangis dan tidak langsung ku sedar ku
sebenarnya sedang hug dia !
‘meeya, saya minta maaf cuz buat awak wait and hurt cam
ni’ katanya memujuk ku.
(adush I’m still hugging him!)
‘ariq tau tak meeya risau sangat fasal ariq huh?’ air mataku
makin deras mengalir.
‘I thought you already forget me’
‘I thought you already have another gf’
‘and the worst part is, I thought that you have already…..
gone. ‘
Pelukanku semakin erat tatkala mengucapkan ayat yang
terakhir itu.
Sesungguhnya, aku betul-betul merindui insan yang
bernama Muhd. Fadzriq Asyraff.
Kemudian Ariq berbisik kepadaku…
‘please don’t cry dear. I’m here with you now. I always love
you and I never forget about you.
Meeya edrisya. I’m crazy bout you. ‘
Aku tenang sebaik dia melafazkan kata-kata tersebut.
‘meeya, janganlah hug saya macam ni. Kawan-kawan awak
tengok. Nanti lepas nikah kita hug puas-puas erh? LOL.’
Ku tersedar dan cepat-cepat meleraikan pelukanku.
Terus aku mengutip buku-buku yang bertaburan tadi.
Ariq juga turut membantuku.
Ku tersengih sendirian. Tangisanku juga sudah berhenti.
Fuh nasib baik lepas kelas. Tak ramai orang kat sini.
Just a bit embarrassed dengan kawan-kawan. Ezzra, fasha,
elina, khai, adira, and qaufi.
(OH NO!)
Ku lihat Ariq.
Isyh senyum tu lain macam je.entah-entah dia fikir pasal
tadi…. Aduyai mana nak sorok muka ni?
Malu nyew!
Terus ku cubit lengannya.
‘Not in purpose!’ kata ku.
‘Buat lah lagi. Ehhe’ usik fadzriq.
‘ley blah!’
‘eleh macam la dia tak teringin. Tadi hug punya la…. Ehem’
adush perli pulak dia ni!
‘eiyt meeya! awak couple dengan fadzriq?’ ezzra bertanya.
‘tak la. Siapa kata?’ ujar ku selamba.
‘ehem’ Ariq berdehem.
‘Cik Meeya Edrisya, tak official lagi ke?’ tanye Ariq. (muka
tak ley bla) haha!
‘tak pernah-pernah tanya saya nak jadi gf awak ke tak, nak
declare kita ni pacar dia pulak!’ (wahahha)
‘eiyt tadi hug bukan main still tak mengaku korang ni
couple?macam-macam la awak ni meeya.’ ezzra ketawa.
‘hiee not in purpose!’ kataku.
‘LOL pape la. Eh tapi kira romantik pe bf kamu ni meeya.’
Elina pula cuba mengusikku
‘apa pasal lak dia romantik? Tak romantik pun’ kataku.
(Ariq cam bengang je. Hahha lantak dia ar)
‘bcuz, ariq kan stay kat kapar, tiba-tiba datang sini buat
surprise for you cik meeya, tak ke itu nama nya romantik?
Hahah cukup jiwang seyh!’ elina ketawa dalam
kesengalannya. (wahahha)
Hm ku terfikir juga. Apa yang buat Ariq datang sini? Ada
something yang dia nak bagi tau ke?
Pasal hal tu ke…?
Hm…
‘awak, kenapa ye awak datang sini?
…….
Isy buat don’t know lak.
‘Ariq, kenapa Ariq datang sini? Ada something ke yang ariq
nak bagi tau meeya?’
Ku bertanya lagi.
Senyap…
Hiee dia ni kenapa, mara ke? Hm mesti ariq bengang pasal
tadi. Adush! Urh there’s no way else. I have to do it! –
uwekk!-
‘hm kenapa abang datang sini?’ tanya ku. Slow je. (URH!!)
‘bcuz nak jumpa sayang la.’ Katanya. Ha ! jawab pun. Eii ariq
ni gatal!
Kenapa Ariq serius semacam je? Hatiku dilanda perasaan tak
senang. Seolah-olah ariq datang ke sini to telling me bout a
bad news.
Aku duduk di sebelahnya. Buku-buku yang dikutip sebentar
tadi tersusun rapi di atas meja di balai ilmu.
Kawan-kawan ku yang lain pula sedang sibuk mengisi perut
mereka yang mengalunkan lagu guruh di kantin.
Tinggal aku dan Ariq je…
‘meeya….’
‘yes, ada apa? Tanyaku
‘ariq minta maaf cuz dah lama tak contact meeya. Saya
sebenarnya…’
‘Ariq, it’s ok. If you are uncomfortable with this conversation,
we just talk about it later. Just tell me about it when you are
ready, ok? Now I want to tell you that actually saya miss
sangat kat awk!’
‘miss you too dear! Very much! Hm meeya thanks’
‘for what?’ ku bertanya.
‘cuz believing me and still loving me’ katanya
Saat dia mengucapkan ayat tersebut.
Aku merenung ke matanya. Seakan- akan tidak percaya
dengan lafaz yang diucapkan Ariq.
Perasaan terharu menyelimuti hatiku.
Terus aku teringat akan sesuatu…
Antara lelaki dan perempuan yang bersendirian ada syaitan
yang menemani mereka.(faham-faham aje la!)
‘ariq, tak baik la kita duduk macam ni.’ Kataku.
‘yez dear, hehe baru nak cakap tadi.’
Senyap…
Sebenarnya banyak perkara yang ingin ku katakan kepada
ariq. Entah kenapa ada butir jernih mengalir dari mataku.
I’m crying again,
‘meeya, don’t cry ok. I will always be with you.never let you
alone and I’ll never leave you again.’ Lirih suara nya.
‘that;s my promize’ ariq memegang tanganku, erat.
‘thanks ariq.’ Ku melepaskan genggaman tangannya. Dosa
dan pahala masih ku ingat.
‘kasih diterima! I love you meeya! Don’t cry ok? ‘ ariq
memujukku.
‘I promize I’ll never make you sad’
Ku tersenyum tatkala ariq melafazkan janjinya.
‘hm, what can I say? Should I say I love you? Can I be sure
that you’re the only one?’ tanya ku.
‘hm, what about … love?’ katanya.
‘Love you, always’ kataku.
‘forever’ sambungnya…
Aku menyeka air mataku tatkala mengimbau kenangan
tersebut.
I had to face the truth that actually….
‘meeya!’ sayup suara fasha memanggilku. Lamunan ku
terhenti.
‘kenapa fasha?’ soalku.
‘about, ezzra…’ fasha berkata perlahan. Dalam nadanya
terselit rasa mengah kerana berjalan dengan laju dari pintu
utama ke bilikku. Wajah fasha jelas menampakkan bait
keresahan. Dadaku berdebar.
‘what about her?’ hatiku berdegup kencang.
‘Ezzra. Ezzra nak pindah. She’s at the airport right now.
She’s going to Sydney.’ Ujar fasha. Matanya berkaca
memandang aku yang saat itu terpaku seketika.
‘Huh?! Fasha, please send me to her right now. Please
fasha!’ suara ku antara dengar atau tidak kerana menahan
sendu yang mula bertakung di kolam hati. Ezzra maafkan
meeya!
‘Meeya, there is no point. Flight ezzra pukul 11 am. Sekarang
dah pukul 10.45. We’ll never make it!’ kata-kata fasha
disambut tangisan kecil oleh ku. Sudah terlalu banyak
kesalahan ku pada Ezzra. Persahabatan yang terjalin selama
ini ibarat dejavu. Wujudkah lagi friendship ini sesudah aku
menghancurkan segalanya? Aku tahu bahkan kawan-kawan
lain juga tahu bahawa jika Ezzra Fyka berniat untuk ke
Sydney ia bermaksud Ezzra tidak akan lagi menjejakkan
kakinya di bumi Malaysia ini. Dan... ia juga bermakna Ezzra
sebenarnya telah mengambil keputusan untuk meninggalkan
segalanya yang berada di sini. SEGALANYA! Pasti Ezzra
teramat kecewa akan diriku. Hatinya hancur!
‘phone! I need to call ezzra. Saya tahu friendship ni masih
boleh diselamatkan. Fasha, help me to reach the phone
please’ pintaku.
Sebaik fasha menghulurkan telefon kepadaku terus aku
mendail number Ezzra. Tut. Tut. Tut.. ................
‘sorry, the number you had dial cannot be reach at this
moment, please try later.’ Suara operator telefon itu seolaholah
suatu tusukan lembing yang tepat mengena jantungku.
Aku mencuba lagi.
...................................
‘Sorry the number you had.........’
Terus ku memutuskan talian. Aku terdiam. Fasha terduduk di
hadapanku. Dapat ku dengari esak tangis kecil fasha. Aku
tahu betapa kesalnya fasha kerana tidak berbuat apa-apa
ketika kejadian lima bulan lalu berlaku. Jikalau nak
dibandingkan dengan diriku, kesalahan fasha tidaklah
seberat mana. Aku pasti, Ezzra tidak menyalahkan fasha dan
dia sudahpun memaafkan fasha. Hati fasha terlalu lembut
dan sensitif untuk menerima kejadian yang menimpa
persahabatan kami ini.
Aku cuba untuk reach Ezzra.
............... (angkatlah phone Ezzra)
Tut...
‘Helo,’ satu suara di hujung telefon menyapaku. Agak kasar
suara tersebut tetapi aku tidak kisah kerana aku tahu suara
itu milik Ezzra!
‘Ezzra...’ sapaku
‘kenapa call? Ezzra seakan mahu tidak mahu melayan
panggilan telefon dariku. Sebenarnya memang patut pun dia
berbuat begitu kepadaku.hm
‘Ezzra, Meeya minta maaf. Tolonglah Ezzra, jangan pergi ke
Sydney.’ Rayuku.
‘eh meeya, saya dah bagi tahu yang saya dah maafkan awak
kan? Berapa banyak kali awak nak minta maaf? Naik panas
telinga saya dengar suara awak. Awak faham kan bahasa
Melayu? Kan saya dah kata jangan ganggu saya lagi! Saya
nak pergi mana-mana pun it is none of your business.’ Ezzra
berkata. Sepotong ayatnya itu sudah mampu untuk
menghiris hati aku.
‘tapi ezzra, dengar dulu penjelasan saya.’ Suaraku
tenggelam timbul dek menahan sebak.
‘tak ada apa yang perlu diperkatakan lagi. Semuanya dah
jelas bila awak Meeya Edrisya, killed the only person I had
never want to lose. It is all clear meeya. You killed shah
qaufiyul aiman!’ suara ezzra terketar-ketar tatkala menyebut
nama arwah qaufi. Saat itu, air mata ku berjurai membasahi
pipi. Sungguh ku tidak sangka ezzra membenciku begitu
sekali. Aku memandang ke arah fasha yang tercari-cari
penjelasan di sebalik tangisanku.
‘You make my life so painful! Meeya, get away from me!’
Tut........talian terputus.
‘Ezzra? Ezzra Fyka? Ezzra!!!!’ jerit ku. Aku jatuh rebah ke
lantai. Pandangan terakhirku menampakkan fasha yang
sedang berusaha mengangkatku. Ada air jernih yang
mengalir di pipinya. Kemudian segalanya gelap.
‘Meeya, hold on ! kita dah nak sampai hospital’ suara fasha
kedengaran sayup. Aku lihat sekitar. Kabur. Mataku semakin
berat. Badan ku terasa lemah. Ada peluh sejuk menitik di
dahiku. Aku baring memandang ke atas. Tatkala aku
menutup mata dapat ku rasai diriku semakin tak berdaya.
Aku hanya teringat Yang Maha-Pencipta sambil hatiku tidak
putus-putus membisikkan kalimah syahadah. Aku sudah
tidak mampu bertahan. Akhirnya aku lena dalam bayangan
diriku.
‘maafkan saya, kami sudah buat apa yang termampu. Buat
masa sekarang, saya berharap kamu semua tabah dan
sentiasa mendoakan agar cik meeya cepat sedar daripada
koma.’ Kenyataan yang dikeluarkan Dr. Farraha menyentak
setiap jiwa di situ. Koma? Ya Allah, tabahkan lah hati para
hamba-Mu ini dalam menghadapi dugaan dari-Mu. Hati
Fasha dirobek seribu kekesalan. Kalaulah Fasha tidak
menyampaikan berita berkenaan Ezzra pada Meeya pasti
Meeya masih sempat bertahan. Nampaknya, fasha silap.
Fasha menangis. Entah buat kali yang berapa. Kelihatan
keluarga Meeya memandang sayu pada sekujur tubuh yang
sedang bertarung nyawa melawan penyakit. Fasha tahu, ibu
dan ayah Meeya amat pilu mengenangkan nasib yang
menimpa Meeya. Demi Meeya juga, abang-abang Meeya
yang masing-masing belajar di Jepun dan Australia sanggup
mengambil cuti. Adik-adik Meeya berteleku di samping
kakaknya nan satu itu. Bacaan surah Yassin kedengaran di
setiap penjuru bilik.
Malam itu, adik meeya, Misya mengambil giliran pertama
untuk menjaga Meeya. Sesudah membacakan surah Yassin
buat kakaknya, Misya berbaring di atas sofa. Fikiran Misya
melayang jauh kembali pada zaman kanak-kanaknya.
‘Kakak, Misya nak ais krim, belikanlah untuk Misya’
‘Lisa pun nak. Kakak belanja lah. Lisa dengan Misya haus
sangat ni,’ pujuk Lisa dan Misya pada suatu petang.
‘Kalau ada orang jual ais-krim lalu, panggil akak. Akak haus
lah. Panas betul petang ni.’ Kata Meeya pada adik-adiknya.
Kring.Kring
Bunyi loceng penjual ais krim menarik perhatian tiga beradik
itu.
Lantas mereka menahan motor tersebut.
‘Adik nak ais krim apa? Tanya penjual ais krim itu.
‘Lisa nak ais krim Cornetto’ Kata Lisa dalam kegirangan.
‘Misya pulak nak ais krim potong. Boleh kan kakak?’ tanya
Misya pada kakaknya.
‘Boleh’ kata Meeya
‘Eh kak, Aiman punya ais krim? Nanti Aiman merajuk pula
kalau tahu kita makan ais krim tak ajak dia’ kata Lisa. Petah
anak kecil itu berkata-kata mengenai aiman, anak ke-4
daripada 6 orang adik beradik mereka.
‘Kalau macam tu, pak cik bagi ais krim Cornetto dua,ais krim
potong pun dua.’ Pinta Meeya.
“yeah! Terima kasih kakak!’ Jerit kembar itu,gembira.
‘Nah, makan baik-baik. Semuanya RM 5.50.’ kata penjual aiskrim
tersebut.
Sesudah membayar harga tersebut, meeya menyuruh adikadiknya
makan di bawah pokok depan rumah mereka.
“Kakak, kenapa kakak jalan lambat. Nanti ais-krim cair.’ Kata
Misya. Hairan kerana tadi kakaknya itu begitu beria-ia
hendak makan ais krim.
Tiba-tiba meeya rebah. Lisa dan Misya menjerit memanggil
pembantu rumah mereka. Saat itulah bermulanya tragedi
hitam dalam hidup keluarga Meeya. Setibanya di hospital,
Meeya dimasukkan ke wad. Ayah Meeya bergegas ke PPUM
sewaktu mendapat khabar Meeya pengsan di laman rumah
mereka. Segala meeting pada hari itu di-postpone kan.
Abang Meeya, Iz dan Adzim yang masing-masing berada di
tingkatan 5 dan 4 meninggalkan kelas tambahan sewaktu
dijemput ibu mereka ke hospital. Selepas didiagnosis, Meeya
didapati menghidap penyakit kanser jantung. Ibu meeya
pitam saat itu. Ayah kepada 6 beradik itu pula beristighfar
panjang manakala adik dan abang meeya hanya diam
membisu.
Misya memejamkan matanya rapat-rapat. Rasa hiba
menggigit hati Misya. Sebolehnya, Misya tidak mahu
ditumpaskan perasaan sendiri. Misya mahu menunjukkan
dirinya kuat di depan kakak kembarnya dan juga ahli
keluarga yang lain. Misya mahu jadi setabah yang boleh
tetapi apabila melihatkan kakaknya terbaring kaku di atas
katil sambil dibaluti wayar bermacam warna, hati Misya
menjadi tidak keruan. Misya tewas juga. Air mata Misya
mengalir laju. Misya amat rindukan saat-saat bersama kakak
kesayangannya itu. Misya kepingin untuk mendengar
kakaknya ketawa semula.
Walaupun baru sahaja berusia 14 tahun, Misya amat
mengerti penderitaan yang ditanggung kakaknya itu. Segala
macam ubat ditelan kakaknya. Bertubi-tubi tusukan jarum
menyakiti tubuh kakaknya dan Misya tahu kakaknya
semakin derita kerana masalah persahabatan yang melanda.
Misya melangkah perlahan ke katil Meeya. Memandang
tubuh kakaknya yang semakin susut. Misya berdiri lama di
sebelah Meeya sambil fikirannya melayang jauh bermain
dengan perasaan. Misya duduk merenung Meeya. Jari Misya
memegang erat jari-jemari Meeya.Misya takkan membiarkan
kakaknya bertarung sendirian! Itulah tekad Misya dan juga
janji yang Misya lafazkan pada dirinya sendiri. Dingin jari
Meeya membuatkan Misya memperkemaskan semula
pegangan tangannya. Misya lena di sisi
kakaknya,mengharapkan pagi esok akan membawa segaris
harapan kepada kakak tersayang, Meeya Edrisya.
‘Ezzra, have you heard the news?’ Datin Arianna memulakan
bicara pada pagi itu.
‘About what ma?’ Tanya Ezzra sambil tangannya sibuk
menyapu jem strawberi pada permukaan roti bakar yang
hangat itu.
Pagi di Sydney begitu nyaman walaupin kekadang Ezzra
terasa rindu akan Malaysia. No Ezzra! Don’t ever mention
about Malaysia. Forget everything there. Itulah kata-kata
yang sering Ezzra sematkan di dadanya sewaktu
menjejakkan kaki di bumi Australia. Seboleh-bolehnya, ezzra
mahukan kehidupan baharu tanpa kenangan lampau yang
menyakitkan dan kenangan di malaysia itulah kenangan
yang semampunya Ezzra mahu lupakan.
‘about your friend, Meeya. I heard that she has a heart
cancer and now laying at the hospital cause having a coma.’
Tutur Datin Arianna. Lancar sungguh sebutannya walaupun
terdapat dialek English-Australia yang kadang-kadang Ezzra
tidak berapa nak mengerti akan maksudnya.
‘huh? Heart cancer? Coma? Are you serious ma’ Ezzra
seakan-akan tidak percaya dengan apa yang didengarinya.
‘Of course I am. Why should I lie to you?’ pertanyaan Ezzra
dibalas pertanyaan oleh mamanya.
‘I don’t believe it. I’m sure meeya is just playing a trick with
me. She wants me to go back to Malaysia.’ Kata-kata ezzra
dibalas renungan tajam oleh mamanya.
‘how could you said that about your friend. Ezzra, I know
that you are still mad at her but that incident is just an
accident. We all knew that....’ Ayat Datin Arianna tergantung
“mama, stop it! I don’t wanna hear anything about that
incident ever again so please ma! I begging you to stop
mentioning about that.’ Ezzra berkata dalam nada tegas.
Seleranya hilang. Ezzra mahu cepat beredar daripada ruang
makan.
‘Ezzra stop!’ perintah Datin Arianna.
Ezzra memberhentikan langkahnya. Kalau diteruskan juga
langkahnya pasti mamanya itu berleter tak habis. Terasa
sungguh malas hendak mendengar mamanya berleter pada
pagi itu.
‘What’s up?’ Tanya Ezzra.
‘About Meeya. It’s not Meeya who was calling me. It was her
mother. I don’t think it is a trick. So, Ezzra what is your
decision then?’ Tanya Datin Arianna. Mama Ezzra itu
memandang tajam kepada Ezzra. Sungguh hatinya tidak
menyangka bahawa Ezzra boleh berfikiran begitu sekali
terhadap sahabatnya, Meeya.
‘Ezzra tersentak. Jauh di sudut hatinya, Ezzra sebenarnya
amat merindui sahabat nya itu. Namun, sejak abang Ezzra,
Shah Qaufiyul Aiman pergi meninggalkan Ezzra buat
selamanya, Ezzra berasa amat benci akan Meeya. Ezzra tahu
Meeya tidak bersalah. Ezzra tahu Meeya tidak berniat jahat
namun perasaan duka Ezzra menyebabkan Ezzra
meletakkan segala kesedihannya di bahu Meeya. Ezzra
menyalahkan Meeya atas segala kejadian pahit yang berlaku
terhadap arwah abangnya, Sekarang, Ezzra amat dan terlalu
menyesal. Sanggupkah dia menerima berita kematian
mengenai insan terapat dengannya sedangkan sewaktu
Ezzra mendapat tahu arwah abangnya pergi buat selamanya
pun telah membuatkan Ezzra separuh gila! Ezzra tidak
sanggup menghadapi situasi itu lagi.
Saat itu, segala memori yang tercipta bersama Meeya
bertamu di lopak fikiran Ezzra.
’meeya! Guess what?’ tanya ezzra pada suatu malam.
Waktu itu, Serena mengadakan pijama night di rumahnya.
Ezzra, Meeya, Elina dan Fasha dijemput hadir. Suasana pada
malam itu amat hingar-bingar. Nasib baik, mama dan papa
Serena berada di out-station,dapatlah mereka merasa bebas
sedikit untuk membuat bising pada malam itu.
’what?’ balas Meeya sambil tangannya sibuk memicit-micit
telefon bimbit jenama Sony Ericsson kesayangannya itu.
’stop picit handphone please! Dengarlah apa yang saya nak
cakap ni. Penting! Life or dead! ‘ kata ezzra. Bengang kerana
Meeya menunjukkan sikap acuh tak acuhnya.
’yez sayang ku Ezzra Fyka! Ada apa sampai life or dead ni? ’
Tanya Meeya sambil meletakkan telefon di dalam poket baju
pijama purple-nya itu. Cute banget pijama itu!
’Tadi kan, Zaim call.’ Cerita Ezzra. Tergantung. Wajahnya
sedikit kemerah-merahan.
’Zaim? You mean Zaim Luqmanul-Khairi? Pengawas form 4
tu ke? Yang handsome tu? Yang jadi kapten pasukan
basketball sekolah kita tu ke? Yang ramai cewek gila-gila kan
tu? Yang.....’ Meeya memulakan sesi analisa profile
mengenai jejaka ter-hot tingkatan 4 di sekolah mereka. Bab
guy yang hot and cool ni tanya la kat Meeya. Semua nya dia
hafal! Tapi hanya boys yang hot and cool di SMK Raja Megat
Syah sahaja ok!
’wow meeya, awak hafal eh semua tu? Ha’a dia la.’ Wajah
Ezzra menunjukkan sedikit tidak puas hati. Kenapa ye?
’kenapa dengan Zaim? Eh mana zaim dapat number awak
ezzra?’ Meeya semakin tidak sabar untuk mengetahui alkisah
Ezzra.