Monday, October 5, 2009

~Mahkota Cinta~

Satu
Mata pemuda itu memandang ke luar jendela. Lautan
terhampar di depan mata. Ombak seolah menari-nari
riang. Sinar matahari memantul-mantul keperakan. Dari
karcis yang ia pegang, ia tahu bahwa feri yang ia
tumpangi bernama Lintas Samudera. Tujuan feri yang
bertolak dari pelabuhan Batam itu adalah pelabuhan Johor
Bahru.
Ia memejamkan mata seraya meneguhkan hatinya.
Ia meyakinkan dirinya harus kuat. Ya, sebagai lelaki ia
harus kuat. Meskipun ia merasa kini tidak memiliki siapa- siapa
lagi. Bagi seorang lelaki cukuplah keteguhan hati
menjadi teman dan penenteram jiwa.
la kembali menegaskan niat, bahwa ia sedang
melakukan pengembaraan untuk mengubah takdir.
Mengubah nasib. Seperti saran Pak Hasan, ia harus berani
berhijrah dari satu takdir Allah ke takdir Allah lain yang
lebih baik. Feri Lintas Samudera terus melaju ke depan.
Singapura semakin dekat di depan, dan Batam semakin
jauh di belakang. Namun, Lintas Samudera tidak hendak
menuju Singapura, tapi menuju pelabuhan Johor Bahru,
Malaysia.
"Baru pertama ke Malaysia ya Dik?" tanya perempuan
muda yang duduk di sampingnya. Perempuan itu
memakai celana jin putih dan jaket ketat biru muda.
Rambutnya diikat kucir kuda. Ia menaksir usia
perempuan itu sekitar tiga puluhan lebih.
"Iya Mbak. Mbak juga yang pertama?" jawabnya
balik bertanya.
"Tidak. Saya sudah empat tahun di Malaysia."
"Berarti sejak tahun 2000 ya Mbak."
"Tidak. Sejak awal 2001."
"Kerja ya Mbak?"
"Iya Dik. Kalau adik, mau kerja? Atau mau sekolah?"


Ia berpikir sejenak. Ia tidak tahu pasti. Ke Malaysia
mau bekerja atau mau sekolah. Sesungguhnya selama
ini ia merantau dari satu daerah ke daerah lain, selain
untuk bertahan hidup juga demi mencari takdir yang
lebih baik.
"Kok malah bengong Dik."
"E... tidak, saya ke Malaysia mungkin untuk dua
duanya. Ya untuk cari kerja dan untuk sekolah lagi."
"Baguslah. Sudah ada pandangan mau kerja di
mana? Atau sudah ada agen yang mengurus semuanya."
"Belum sih Mbak. Nanti saya cari di sana saja. Mbak
kerja di mana?"
"Saya kerja di sebuah kilang di kawasan Subang
Jaya. Kalau adik mau, saya bisa bantu. Saya punya
banyak teman yang bisa membantu. O ya kenalkan,
nama saya Siti Martini. Biasa dipanggil Mar atau Mari."
Perempuan muda itu mengulurkan tangan kanannya.
Pemuda itu juga mengulurkan tangannya dan
menjabat tangan perempuan muda itu.
"Terima kasih. Nama saya Ahmad Zul. Oleh temanteman
saya selama ini saya biasa dipanggil Zul Einstein."
"Wah keren sekali. Memang namanya Zul Einstein?"
"Ya tidak Mbak. Saya diberi nama tambahan
Einstein oleh teman-teman saya karena mereka melihat
saya banyak melamun. Ya saya terima saja. Kalau tidak
terima ya tetap akan dipanggil begitu. Jadi, panggil saja
saya Zul Mbak."
"Ya baik. Saya panggil Dik Zul. Gitu ya," kata
perempuan muda itu sambil melepaskan jabatan
Uziek Collections
tangannya.
"Jadi Mbak kerja di kilang minyak ya Mbak?"
Perempuan muda itu malah tertawa kecil.
"Kamu memang masih asli Indonesia. Kilang itu
artinya pabrik. Di Indonesia disebut pabrik. Sedangkan
di Malaysia disebut kilang. Jadi bukan bermakna kilang minyak.
Saya kerja di kilang kertas di kawasan Subang
Jaya. Itu maknanya saya kerja di pabrik kertas."
"Obegituya."
"Rencananya nanti mau ke mana? Di Malaysia sudah
ada tempat yang dituju?"
"Tempat yang dituju secara pasti tidak ada. Saya
hanya membawa sebuah nama dan sebuah nomor telpon.
Saya ingin sampai ke Kuala Lumpur dulu, baru setelah
itu saya akan telpon orang itu."
"Ya syukurlah. Saya pun nanti lewat Kuala Lumpur.
Kalau mau kita bisa jalan bersama."
la diam saja. Tidak menjawab apa-apa.
Lintas Samudera terus melaju. Tidak terlalu cepat.
Dan juga tidak terlalu lambat.
Setelah menempuh perjalanan selama dua jam,
Lintas Samudera merapat di pelabuhan Johor Bahru.
Begitu pintu feri dibuka, para penumpang berebutan
keluar. Zul keluar dengan membawa tas cangklong hi tarn
dan tas jinjing besar biru tua. la mengiringi Mari yang
berjalan di depannya. Perempuan itu menenteng tas
cangklong putih dan koper kecil beroda warna hijau.
Mereka berjalan menuju gedung pelabuhan.
Petugas security pelabuhan sibuk memeriksa barang
bawaan para penumpang. Tas dan koper Mari
diperiksa. Setelah beberapa saat lamanya, Mari
dipersilakan langsung menuju imigrasi. Tas jinjing Zul
juga diperiksa. Isinya hanyalah pakaian, beberapa
makanan ringan, dan sebuah mushaf Al-Quran kecil
pemberian Pak Hasan kala ia berpamitan,....cond

No comments:

Post a Comment